Lompat ke isi utama

Berita

Abrar Amir Soroti Tantangan Bawaslu: SDM, Regulasi, dan Penegakan Hukum

c

Koordinator Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Abrar Amir saat menjadi narasumber dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilihan Umum bersama mitra kerja Bawaslu Kabupaten Gorontalo di Kota Gorontalo, Kamis (28/8/2025).

Kota Gorontalo, Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Gorontalo - Koordinator Tenaga Ahli Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Abrar Amir, menegaskan perlunya penguatan kelembagaan Bawaslu pasca Pemilu dan Pemilihan tahun 2024. 

Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilihan Umum bersama mitra kerja Bawaslu Kabupaten Gorontalo di Kota Gorontalo, Kamis (28/8/2025).

Abrar menjelaskan bahwa dasar hukum Bawaslu sebenarnya sudah cukup kuat melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Namun, pelaksanaan tugas dan wewenang Bawaslu di lapangan masih menghadapi kendala. 

“UU sudah jelas, tetapi implementasi belum optimal. Faktor SDM, regulasi, dan lemahnya penegakan hukum membuat Bawaslu belum bisa bekerja maksimal,” ungkapnya.

Ia membeberkan sejumlah masalah klasik yang menjadi tolok ukur kinerja Bawaslu. “Politik uang atau jual beli suara masih marak dan sulit dijerat hukum. Netralitas ASN, TNI-Polri, dan aparat desa juga sering dilanggar. Bahkan penyelenggara pemilu sendiri masih ada yang tidak profesional dan tidak netral,” tegasnya.

Selain itu, Abrar menyoroti kewenangan Bawaslu yang belum optimal akibat perbedaan tafsir regulasi. “Antar-komisioner kadang berbeda penafsiran. Begitu pula di Gakkumdu, sering muncul perbedaan antara Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. Putusan Bawaslu, DKPP, pengadilan, hingga MK pun sering tidak sinkron,” jelasnya.

Untuk memperkuat kelembagaan, Abrar menekankan beberapa hal. “Status Bawaslu harus tetap sejajar dengan KPU. Jumlah anggota Bawaslu di semua tingkatan sebaiknya disamakan dengan KPU. Seleksi penyelenggara juga harus serentak secara nasional, dengan syarat yang lebih ketat, termasuk untuk panwaslu adhoc,” urainya.

Ia juga mendorong optimalisasi kewenangan serta efisiensi anggaran. “Kalau kewenangan Bawaslu kuat, sengketa tidak akan menumpuk di MK. Selain itu, penggunaan anggaran harus lebih efektif agar benar-benar mendukung pengawasan,” tambahnya.

Menutup pemaparannya, Abrar menyinggung Putusan MK RI Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal. “Pemilu nasional meliputi pilpres, DPR RI, dan DPD, sedangkan pemilu lokal terdiri dari DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Putusan ini akan berdampak besar pada beban kerja penyelenggara, termasuk Bawaslu,” terangnya.

Dengan adanya putusan MK ini, tantangan Bawaslu semakin kompleks. Karena itu, penguatan kelembagaan, regulasi, serta profesionalitas pengawas pemilu harus menjadi prioritas agar kita tidak lagi mengulang kelemahan-kelemahan pada Pemilu dan Pemilihan 2024.

g
h

Penulis/Editor: Nugraha Adi Permana
Foto: Adi

Tag
Berita